Bagaimana rasanya bila menjadi aku?
Aku mencintaimu, menyayangimu, selalu merindukanmu.
Bahkan setiap gelak tawa dan canda gurau itu, selalu hanya untukmu.
Setiap kerinduan selalu kupulangkan padamu. Dirimu. KAMU!
Bisikan-bisikan doa terpanjat, jua tentangmu.
Bagaimana rasanya hati ini bila menjadi aku?
Ketika sulit sekali mengharapmu datang, mengharapmu menyapa, mengharapmu hadir kala aku menginginkanmu.
Mencari tiap jengkal huruf-hurufmu.
Meresapi tiap inchi kata-katamu.
Setiap milimeter dirimu.
Aku menatap penuh harap setiap tanda dirimu.
Aku terus mencoba, menarik dirimu dengan cara yang halus dan tak nyata.
Mengapa sesukar ini mendapati dirimu sedikit saja sungguh hadir untukku.
Bagaimana rasanya aku seperti ini?
Ketika kegalauan ini hanya menjadi milikku.
Ketika sebuah lakon harus kumainkan, depan teman baikku sendiri.
Demi kamu! K-A-M-U.
Membiasakan kebohongan sebagai kebutuhan.
Membiarkan gulir-gulir kegetiran meresap hingga mengering.
Aku bimbang, dan selalu bimbang.
Apalagi yang harus aku telan dan nikmati sebagai jamuan hariku?
Mengeja K-A-M-U terkadang lebih sulit ketimbang mengeja lawan.
Kelu.
Terendap organis hingga mengkristal.
Bisakah aku terbangun dari alunan dongeng blur ini?
Bisakah sekedar terlupa dan terjaga dengan mimpi yang lain?
Ketika aku merasa bagai liliput.
Mengingat setiap detil kata jawabanmu.
Ulahku!
Ya, aku yang membuatmu mengatakan untaian pembunuhku.
Aku bahkan jauh dari kata pantas mensejajari opinimu.
Aku hanya bagai hello-laugh-bye tanpa bekas.
Bukan juga seseorang yang mampu berbalet indah disebuah singgasanamu.
Memang bukan aku.
Bukan seorang aku yang pandai dalam memandang sebuah keindahan seperti pandangmu.
Bukan lagi yang rapi dan tertata dalam setiap tutur.
Aku tidak seperti apapun yang menjejak dipikiranmu.
Aku hanya teman bicara yang penuh keliaran.
Aku bukanlah penyejuk kemaraumu.
Aku jua bukan sebuah tiang bergantungmu dari badai angin.
Bukan aku penghangat kebekuanmu.
Aku hanya nyiur pantaimu.
Aku hanya secercah awan di musim panasmu.
Aku hanya lalu.
Bagaimana rasanya menjadi aku?
Luar biasa!
Dan itu hanya karena merasakanmu.
Maaf.
Aku sayang padamu, dengan semua luka.
Maaf.
Aku merindukanmu, dengan semua keengganan.
Maaf.
Karena ada kamu dalam surat ini.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Aku mencintaimu, menyayangimu, selalu merindukanmu.
Bahkan setiap gelak tawa dan canda gurau itu, selalu hanya untukmu.
Setiap kerinduan selalu kupulangkan padamu. Dirimu. KAMU!
Bisikan-bisikan doa terpanjat, jua tentangmu.
Bagaimana rasanya hati ini bila menjadi aku?
Ketika sulit sekali mengharapmu datang, mengharapmu menyapa, mengharapmu hadir kala aku menginginkanmu.
Mencari tiap jengkal huruf-hurufmu.
Meresapi tiap inchi kata-katamu.
Setiap milimeter dirimu.
Aku menatap penuh harap setiap tanda dirimu.
Aku terus mencoba, menarik dirimu dengan cara yang halus dan tak nyata.
Mengapa sesukar ini mendapati dirimu sedikit saja sungguh hadir untukku.
Bagaimana rasanya aku seperti ini?
Ketika kegalauan ini hanya menjadi milikku.
Ketika sebuah lakon harus kumainkan, depan teman baikku sendiri.
Demi kamu! K-A-M-U.
Membiasakan kebohongan sebagai kebutuhan.
Membiarkan gulir-gulir kegetiran meresap hingga mengering.
Aku bimbang, dan selalu bimbang.
Apalagi yang harus aku telan dan nikmati sebagai jamuan hariku?
Mengeja K-A-M-U terkadang lebih sulit ketimbang mengeja lawan.
Kelu.
Terendap organis hingga mengkristal.
Bisakah aku terbangun dari alunan dongeng blur ini?
Bisakah sekedar terlupa dan terjaga dengan mimpi yang lain?
Ketika aku merasa bagai liliput.
Mengingat setiap detil kata jawabanmu.
Ulahku!
Ya, aku yang membuatmu mengatakan untaian pembunuhku.
Aku bahkan jauh dari kata pantas mensejajari opinimu.
Aku hanya bagai hello-laugh-bye tanpa bekas.
Bukan juga seseorang yang mampu berbalet indah disebuah singgasanamu.
Memang bukan aku.
Bukan seorang aku yang pandai dalam memandang sebuah keindahan seperti pandangmu.
Bukan lagi yang rapi dan tertata dalam setiap tutur.
Aku tidak seperti apapun yang menjejak dipikiranmu.
Aku hanya teman bicara yang penuh keliaran.
Aku bukanlah penyejuk kemaraumu.
Aku jua bukan sebuah tiang bergantungmu dari badai angin.
Bukan aku penghangat kebekuanmu.
Aku hanya nyiur pantaimu.
Aku hanya secercah awan di musim panasmu.
Aku hanya lalu.
Bagaimana rasanya menjadi aku?
Luar biasa!
Dan itu hanya karena merasakanmu.
Maaf.
Aku sayang padamu, dengan semua luka.
Maaf.
Aku merindukanmu, dengan semua keengganan.
Maaf.
Karena ada kamu dalam surat ini.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Maaf.
Comments
Post a Comment