ketika berita itu sampai

Hai deaaar, it's Friday!
seharusnya ini jadi awal weekend yang menyenangkan.
Sayangnya, gue baru saja dikejutkan dengan berita yang membuat gue cuma bisa diam.
Diam karena kecewa. Diam karena takut. Diam karena trauma.
Berita soal banjir.
Ya, rumah gue di bilangan ciledug, memang sangat popular dengan kerawanannya terhadap banjir.
Bahkan pada tahun 2007, sukses diubah menjadi waterboom ciledug.
Bagaimana tidak, arusnya sangat deras dan tingginya mencapai dada orang dewasa setinggi 165 cm.
Ih waaaw!!


Pada tahun 2007 gue sudah kehilangan banyak hal.
Dari semua koleksi buku gue yang nilainya jutaan dari hasil ngumpulin uang jajan, dan sebagai tanda awal ketertarikan gue soal dunia tulis menulis.
Belum lagi koleksi kosmetik, baju-baju baru gue yang kebanyakan beli di luar negeri (saat itu hidup gue makmur banget), boneka-boneka, tas, sepatu, dan tentu saja ratusan karya gue.
Padahal, baru saja puisi-puisi itu mau dibukukan. SHIT!


Nah, apa yang gue rasakan sekarang?
Ketika gue mendengar kata bajir, gue cuma bisa bertampang datar saking enggak bisa lagi mengungkapkan perasaan gue, ironis.
Trauma.
Trauma enggak bisa menggapai rumah, dan muter-muter nyari jalan pulang naik ojek dari jam 4 sore sampai setengah 7 malam, dan akhirnya nginep rumah agnes.
Sedih, ngeliat barang-barang yang gue sayang-sayang jadi sampah.
Sakit, ketika hidup gue banyak sekali masalahnya.
Apalagi, waktu 2007, gue mau ujian nasional SMP, buku modul gue, persiapan UN gue, kandas semua.
Syukurnya, gue masih bisa lulus dengan hasil yang sangat memuaskan untuk ukuran keadaan seperti itu.


Sekarang, Februari 2010, gue juga akan meghadapi Ujian Nasional, apakah gue harus jatuh lagi?
Gue benar-benar cemas.
Takut,
Trauma.
Kecewa.


Tuhan, setidaknya, sembuhkan dulu traumaku, baru hempaskan cobaan lagi.
Jangan seperti ini. Ini sangat berat. Hmm

Comments