VInka sibuk membolak balik halaman majalahnya.
Ada yang nyangkut di otaknya sampe-sampe enggak bisa menikmati tiap suguhan dimajalah.
Sekalipun ada profil cowok ganteng yang bikin ngiler sampe kering.
Matanya saja yang terlihat menyantap pemandangan di kumpulan kertas itu, pikirannya masih estafet sana sini.
Masih beratanya-tanya. Soal apa? Pastinya hal yang dominan di diri seorang cewek.
P.E.R.A.S.A.A.N.
Catet perasaaan!
Masih bingung ini namanya apa?
sayangkah? cintakah? naksirkah? sukakah? begokah?
Binguuuung!
"Ya Tuhaaaa. mesti berbuat apa aku dengan perasaan ini?" batin Vinka bimbang.
"VINKA REVIZINITA. Sedang apa kamu?! Sudah membaca majalah, bengong lagi! KALAU KAMU BOSAN< ya enggk usah sekolah. PAHAM?!" Vinka melonjak dan reflek melempar majalahnya yang tadinya nangkring di pangkuannya.
"Ma ma maaaf yah Pak. Sa sa sayaa lagi enggak waras." ujarnya panik sambil berdoa semoga majalah yang di beli dengan uang seratus ribu terakhir di dompetnya bulan ini engak angus gitu aja. Maklum majalah luar, jadi enggak seenteng membeli kacang goreng.
"Kamu enggak waras? KOK BARU SADAR SEKARANG?? KEMANA AJA KAMU!!!"
"Lah pak, saya kan enggak warasnya kadang-kadang doang." sahutnya sambil merungut. Punya guru kok enggak asik banget. Umur doang muda, 25, tapi pikiran kolot kaya dodol.
Berakhir Vinka keluar dari kelas lengkap dengan majalah dan handphonenya.
Lolos dari ancaman maut majalahnya itu,
Tapi ternyata otaknya masih skarat stadium 4. Masih enggak bisa diusik.
DERIO HANDOYO.
Cuma satu kan penyebabnya?
SIMPLE aja.
Tiba tiba kantong kemeja di guncang oleh kehebohan getaran dari handphonenya.
Ada panggilan mauk.
Nomor yang asing. enggak dikenal.
SIAPA? MAsih belom tahu.
"Halo.." jawab vinka ragu.
"Hai.. hmm, ini vinka bukan?" suara seorang cowok yang lembut tapi berat.
"Eh, iya. Ini siapa yaa?"
"Gue Nando."
"Nando mana ya?"
"Hmm temennya Derio."
"HAH?" Vinka mau pingsan rasanya *lebay* kaget aneh bingung.
"Kok kaget banget gitu sih? haha"
"Hmm ada apa yaa?"
"Enggak sih, gue cuma mau nyampein undangan aja nih."
"Undangan apa yaaa?"
"Undangan pernikahan."
"Apa? Siapa yang nikah? Lo?"
"Bukan, tapi.. Derio."
"haha serius lo dia nikah?"
"Menurut lo? Ya enggak lah. Ini undangan syukurannya Derio untuk pameran fotografinya. Yah dia kan hobby motret tuh."
"oh ya? Gue baru tau."
"Ya lo kan baru kenal sama dia."
"Hmm, tapi kenapa gue di undang yaa?"
"Kalau itu gue enggak tahu. Pokoknya di daftar yang mesti due undang dari Derio ada nama lo."
"Oh oke deh. Makasih ya."
"Sama sama."
Vinka hanyut lagi dalam lamunannya.
Kenapa dia di undang? Tau darimana nomor hpnya?
Harus dateng atau enggak?
Huhf!
Derio derio. cukup dong ganggu hidup guenya!
Timbul satu pertanyaan baru lagi. "GUE MESTI DATENG GA YAA?" gusarnya dalam hati.
detak jantungnya udah ga normal. Kebat kebit enggak jelas. ampun!
Ada yang nyangkut di otaknya sampe-sampe enggak bisa menikmati tiap suguhan dimajalah.
Sekalipun ada profil cowok ganteng yang bikin ngiler sampe kering.
Matanya saja yang terlihat menyantap pemandangan di kumpulan kertas itu, pikirannya masih estafet sana sini.
Masih beratanya-tanya. Soal apa? Pastinya hal yang dominan di diri seorang cewek.
P.E.R.A.S.A.A.N.
Catet perasaaan!
Masih bingung ini namanya apa?
sayangkah? cintakah? naksirkah? sukakah? begokah?
Binguuuung!
"Ya Tuhaaaa. mesti berbuat apa aku dengan perasaan ini?" batin Vinka bimbang.
"VINKA REVIZINITA. Sedang apa kamu?! Sudah membaca majalah, bengong lagi! KALAU KAMU BOSAN< ya enggk usah sekolah. PAHAM?!" Vinka melonjak dan reflek melempar majalahnya yang tadinya nangkring di pangkuannya.
"Ma ma maaaf yah Pak. Sa sa sayaa lagi enggak waras." ujarnya panik sambil berdoa semoga majalah yang di beli dengan uang seratus ribu terakhir di dompetnya bulan ini engak angus gitu aja. Maklum majalah luar, jadi enggak seenteng membeli kacang goreng.
"Kamu enggak waras? KOK BARU SADAR SEKARANG?? KEMANA AJA KAMU!!!"
"Lah pak, saya kan enggak warasnya kadang-kadang doang." sahutnya sambil merungut. Punya guru kok enggak asik banget. Umur doang muda, 25, tapi pikiran kolot kaya dodol.
Berakhir Vinka keluar dari kelas lengkap dengan majalah dan handphonenya.
Lolos dari ancaman maut majalahnya itu,
Tapi ternyata otaknya masih skarat stadium 4. Masih enggak bisa diusik.
DERIO HANDOYO.
Cuma satu kan penyebabnya?
SIMPLE aja.
Tiba tiba kantong kemeja di guncang oleh kehebohan getaran dari handphonenya.
Ada panggilan mauk.
Nomor yang asing. enggak dikenal.
SIAPA? MAsih belom tahu.
"Halo.." jawab vinka ragu.
"Hai.. hmm, ini vinka bukan?" suara seorang cowok yang lembut tapi berat.
"Eh, iya. Ini siapa yaa?"
"Gue Nando."
"Nando mana ya?"
"Hmm temennya Derio."
"HAH?" Vinka mau pingsan rasanya *lebay* kaget aneh bingung.
"Kok kaget banget gitu sih? haha"
"Hmm ada apa yaa?"
"Enggak sih, gue cuma mau nyampein undangan aja nih."
"Undangan apa yaaa?"
"Undangan pernikahan."
"Apa? Siapa yang nikah? Lo?"
"Bukan, tapi.. Derio."
"haha serius lo dia nikah?"
"Menurut lo? Ya enggak lah. Ini undangan syukurannya Derio untuk pameran fotografinya. Yah dia kan hobby motret tuh."
"oh ya? Gue baru tau."
"Ya lo kan baru kenal sama dia."
"Hmm, tapi kenapa gue di undang yaa?"
"Kalau itu gue enggak tahu. Pokoknya di daftar yang mesti due undang dari Derio ada nama lo."
"Oh oke deh. Makasih ya."
"Sama sama."
Vinka hanyut lagi dalam lamunannya.
Kenapa dia di undang? Tau darimana nomor hpnya?
Harus dateng atau enggak?
Huhf!
Derio derio. cukup dong ganggu hidup guenya!
Timbul satu pertanyaan baru lagi. "GUE MESTI DATENG GA YAA?" gusarnya dalam hati.
detak jantungnya udah ga normal. Kebat kebit enggak jelas. ampun!
Comments
Post a Comment